Kamis, 17 Februari 2011

Thursday, 17 February 2011

Yang merayakan juga tampak fun-fun saja. Adapun di televisi ramai
diberitakan demo anti-Hari Valentine. Bahkan, di Malaysia, pemerintah
menangkap sekitar 80 remaja yang tengah merayakan Valentine di
hotel-hotel murah. Seorang pembaca di blog televisi menulis, ”Dasar
Malaysia, kalau orang berbuat mesum enggakusah Hari Valentine, kapan
saja bisa ditangkap.” Pemerintah Malaysia sudah sejak 2005 melarang
umat Islam merayakan Valentine.Namun,di hotelhotel berbintang lima,
tetap terlihat ornamen-ornamen Valentine.

Dari televisi pula
kita saksikan guru-guru berseragam hansip di Sumatera Utara merazia
muridmuridnya. Pak Guru terlihat lebih seperti aparat keamanan rakyat
dan menemukan banyak sekali cokelat.Ada juga kado yang sudah
terbungkus rapi. Namun, yang saya perhatikan, ternyata anak-anak ABG
yang dirazia gurunya itu hanya tertawatawa saja. Komunikasi guru
dengan murid tidak sama gelombangnya–– yang satu terlampau serius,
yang satu lagi santai-santai saja. Jangan-jangan, Valentine bukan
sepi, tetapi makin diminati. Toh pendapatan per kapita kita naik
terus.

Orang naik kelas ekonominya bukan lagi karena tampang
(seperti selebritas masa lalu), melainkan berkat kerja keras. Lihat
saja bintang-bintang televisi baru. Mereka mengakui wajahnya
pas-pasan, tetapi tetap disukai dan dicari.Azis Gagap, Sule Pesek,
Tukul yang sering memperolok wajah sendiri, atau personel Kangen Band
yang pernah disebut Andy Noya sebagai ”berwajah amit-amit”.
Wajah-wajah seperti ini tak peduli dengan keributan. Sama seperti para
pedagang yang menangguk untung pada harihari berbelanja. Uang
berputar, yang menikmati semakin banyak.

Hari Pedagang

Apa pun latar
belakangnya, buat pekerja seni dan para pedagang, semakin banyak
hari-hari seperti itu semakin senang. Dulu, sebelum Hari Buruh
dinyatakan sebagai hari libur di Amerika Serikat, tak banyak diskon
diberikan para retailer.Namun, begitu dinyatakan libur, retailer
banyak memberikan diskon. Demikian juga dengan Hari Ibu (Mother’s Day)
dan Hari Bapak (Father’s Day). Kita di sini juga ada Lebaran,Tahun
Baru,Imlek, Cap Go Meh (di Singkawang),dan tentu saja hari kejepit
yang membuat orang ingin berlibur dan berbelanja. Perekonomian negara
itu bagus kalau rakyat suatu negara hidupnya seimbang.

Ada
saatnya cari uang, ada saatnya gunakan uang. Kalau hidup hanya diisi
dengan bekerja terus,manusia bisa hilang senyum dan tingkat harapan
hidupnya rendah.Lebih jauh lagi,kekayaan akan bertumpuk di pihak-pihak
yang menguasai aset atau mampu bekerja lebih keras. Uang tak
berputar,tak ada pemerataan. Maka,kalau hanya karena nama Valentine
dianggap mengganggu, ganti saja jadi nama lain yang lebih
disukai.Tanggalnya juga boleh diganti kapan saja.Yang jelas masyarakat
butuh katup pelepas dari kepenatan.

Kalau bentuknya tidak
disukai, ya ganti saja, misalnya menjadi Hari Kebersamaan atau Hari
Kasih Sayang Bapak-Ibu. Namun, harap diingat,saat remaja,manusia
kelebihan hormon.Hormon ini adalah pemicu manusia untuk bergerak,
menemukan pasangan. Manusia bisa dikekang, tetapi naluri ”id”menurut
Sigmund Freud akan terus bergerak.Kalau tak bisa mengungkapkan isi
hati secara terbuka, mereka bergerak terselubung. Bukankah kita juga
pernah muda dan tetap ingin merasa muda?

Dari Prancis

Ada banyak versi
tentang Valentine. Memang dalam literatur gereja dikenal tiga nama
Santo Valentine. Sayangnya dari tiga nama martir itu,tak ada satu pun
yang diakui sebagai orang yang bisa dijadikan patron bagi para
pencinta. Apalagi mereka adalah para romo atau pastor yang tidak
menikah. Santo-Santo itu mati karena disiksa saat mempertahankan
keyakinannya.Namun, salah satunya diketahui dimakamkan pada tanggal 14
Februari, yaitu Bishop Terni.

Akan tetapi,sekali lagi tidak
jelas betul apakah dia merupakan patron bagi para pencinta. Lagipula,
dalam bahasa Latin, Valentine berasal dari kata ”Valens” yang berarti
kuat, berdaya, kekar. Beda benar dengan makna Hari Valentine yang
berarti kasih sayang, lembut, perhatian, dan mendengarkan. Simbolnya
pun berbeda.Valentine yang kita kenal saat ini dilambangkan dengan
bunga mawar, warna pink (merah muda), lambang hati, dan sekarang
dengan cokelat.

Literatur lain yang dicatat sejarawan Jack
Oruch berdasarkan esai ”Parliament of Foules” yang ditulis Geoffrey
Chaucer menyebutkan, tradisi merayakan Hari Valentine tidak dikenal
sebelum abad ke- 18. Gereja Ortodoks merayakan Hari Santo Valentine
tanggal 6 Juli. Spekulasi lain menyebutkan, tradisi merayakan hari
kasih sayang sudah lama dilakukan di Inggris dan Prancis,terinspirasi
oleh datangnya musim semi.Tepat di tengah-tengah bulan Februari, yaitu
tanggal 14.

Burung-burung mulai keluar dari sangkarnya,
didorong naluri mencari pasangan. Mereka bersahutsahutan di
pokok-pokok batang anggur yang mulai mengeluarkan daun saat matahari
kembali bersinar. Mereka bermesraan di udara, merdu dan romantis.
Maka, tanggal 14 Februari mengilhami muda-mudi Prancis keluar,
merayakan kasih sayang. Burung dan mawar adalah simbol Valentine di
masa lalu. Sekarang, berkat upaya para entrepreneurdan pedagang,
simbolnya bertambah dengan baju pink dan sebungkus
cokelat.

Jadi ganti saja tanggalnya atau beri nama lain yang
lebih cocok kalau nama Valentine dianggap mengganggu atau ideologinya
terasa tidak pas dengan kebutuhan Anda. Yang jelas,kasih sayang adalah
teladan yang diberikan nabi-nabi besar pada umat manusia, bukan
kebencian. Kasih sayang adalah perekat bagi kerukunan masyarakat,
rumah tangga, dan respek anak terhadap orang tua. Dia adalah penentu
keberadaan kita, dari orang tua yang saling mencintai dan
mengasihi.Silakan ubah jadi apa saja namanya asal jangan menjadi hari
kebencian atau membenci kasih sayang.(*)

RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI         


Source:Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar