Minggu, 06 Februari 2011

Saturday, 05 February 2011

PESAN tersebut ditulis seorang mahasiswa asal Bone di Universitas
AlAzhar,Muhammad Idris,melalui situs jejaring sosial Facebookkemarin.
Idris adalah alumnus Pesantren Ma’had Hadits Biru,Watampone.


Saat ini, dia masih terisolasi di kediamannya di Tafahna al–
Ashraf karena susahnya menembus barikade menuju Kairo. Belum lagi
persediaan makanan yang menipis. Hampir semua toko tutup.Kondisi
keuangan pun menipis.Hanya beberapa bungkus mi instan yang menjadi
perbekalan sambil menunggu proses evakuasi. Namun, hingga kemarin,
Idris dan teman-temannya sesama mahasiswa belum mendapat kepastian
evakuasi. Sementara pasokan makanan yang diharapkan dari perwakilan
Pemerintah RI di negeri konflik itu tak kunjung tiba.Tak mengherankan
bila Idris kembali menuliskan pesan melalui akun Facebooknya kepada
pemerintah meski itu belum tentu didengar.

Namun, itulah pesan
pelipur lara dari keterbatasan yang dialami mahasiswa Mesir saat
ini.“Beras kami tinggal secangkir. Kami khawatir lidah kami semakin
getir.” Saat dihubungi wartawan harian Seputar Indonesia (SINDO) Azhar
Azis,Idris mengakui kondisi penuh keterbatasan dan ketidakpastian
mewarnai hari-harinya. Ia tidak bisa ke luar ke mana-mana, tapi
tinggal di rumah juga semakin mengkhawatirkan. Lagipula, selain tidak
ada kegiatan lagi, kerinduan ingin pulang kampung semakin berkecamuk.
Sehari sebelum aksi demonstrasi anti-Presiden Mesir Hosni Mubarak,
Idris sedang di rumah temannya yang berada di kawasan Misr el-Jadiida
(Qattameyah).“Teman saya itu mau kembali ke Indonesia.

Karena
terlalu capai, akhirnya saya putuskan untuk bermalam di
sana.Besoknya,pada hari Jumat, terjadi aksi demonstrasi. Niatku untuk
kembali ke asrama kuurungkan. Akhirnya, saya menetap di Qattameyah
selama empat hari,” katanya kepada SINDOkemarin. Suasana Qattameyah
memang jauh dari tempat aksi demonstrasi, tapi tetap juga terjadi
keributan. Dari informasi yang dia dengar, keributan itu dilakukan
oleh para pekerja kasar.Mereka yang ratarata tidak berpendidikan
mengambil kesempatan untuk merampok dan menodong.Aksi tak biasa itu
sepertinya dipicu akibat tidak adanya polisi yang berjaga. Para
penegak hukum lebih berkonsentrasi di titik-titik konsentrasi massa,
terutama di Tahrir.

Akhirnya dia nekat ke Tafahna karena di
sana adalah kampung yang jauh dari keramaian. Tapi, kenyataannya,
setelah beberapa hari di Tafahna,muncul lagi masalah yang mengerikan.
“Semalam ini, saya beserta kawan-kawan mendengar suara tembakan dari
seberang. Pikirku hanya salah dengar, tapi hal serupa juga didengar
oleh masyarakat yang ada di daerah itu,”katanya.

Pemeriksaan
Diperketat

Saat dimintai konfirmasi mengenai kabar yang
beredar perihal penahanan 18 mahasiswa Indonesia, Muhammad Idris
mengaku mendengar kabar tersebut.Namun, dia tidak dapat memastikannya
karena tempat tinggal mahasiswa Indonesia di Mesir saat ini berjauhan.
Dia mendengar kabar tersebut dari teman-temannya via situs jejaring
sosial. Menurutnya, suasana sekarang sudah sangat tidak mendukung
lagi. Selain kurangnya persediaan makanan, pemeriksaan di jalan juga
sangat ketat.“Bahkan, semalam ada teman yang pulang dari bandara
setelah mengantar istri. Waktu pulang diperiksa sebanyak 27 kali di
sepanjang jalan hingga di Asyir,”katanya.

Menurut Idris, untuk
keluar rumah saat ini dibatasi hanya enam jam,dari pukul 08.00 sampai
pukul 14.00 waktu setempat.Kemarin,dia sempat keluar rumah pukul 08.00
untuk mengambil uang melalui anjungan tunai mandiri (ATM) di
Zagazik.“Tapi ATM belum juga bisa digunakan sampai sekarang.Hanya ada
satu ATM yang bisa, tapi kartu saya malah tertolak,”katanya. Kalau
tidak segera dievakuasi, berarti rawan kehabisan? “Saya yakin sekali
seperti itu kalau tidak ada bantuan. Saya sama sekali kehabisan karena
yang selama ini diharapkan adalah beasiswa dan bantuan. Tapi itu sudah
putus semuanya dan ATM juga tidak bisa difungsikan,”katanya. Dua hari
terakhir ini, Idris dan temannya hanya makan mi instan karena harga
barang semakin melambung.

“Tomat yang dulunya hanya 1 atau 2
poundsterling,sekarang melonjak jadi 5 poundsterling di Tafahna. Aku
tidak tau gimana lagi dengan Kairo. Sementara tempat belanja di pasar
hanya (buka) dua kali seminggu,”katanya. Hal senada diungkapkan juga
mahasiswa asal Bone lainnya, Jamalullail.“ Betul itu.Pemeriksaan
sangat ketat di berbagai tempat dan sudut jalan,”katanya. Jamal
menceritakan,beberapa hari sebelumnya, mahasiswa yang keluar rumah
masih mendapatkan perlindungan dari aparat keamanan. “Karneh (kartu
Mahasiswa Azhar),kalau sudah diperlihatkan, kita langsung dipersilakan
pergi. Tapi sekarang,kita harus memperlihatkan paspor. Barang- barang
pun tak luput dari penggeledahan,” katanya.

Bahkan,saat
ini,kondisi di Mesir semakin mencekam.Hampir setiap malam terdengar
suara tembakan. Beberapa tempat juga menjadi
targetpenggeledahanaparat. Diantaranya di daerah Babu Sya’riayah dan
Rab’ah Adaweyah. Dua daerah itu ditinggalisekitar400mahasiswa dan
TKWsekitar1.000orang.“Daripenuturan teman-teman,suara tembakan di
malam hari sudah terjadi di berbagai tempat. Penggeledahan juga di
mana-mana,”katanya. Kondisi seperti itu memaksa Jamal harus berdiam di
rumah.Harapan untuk segera dievakuasi juga belum pasti. Sementara
pasokan makanan dari pihak Pemerintah RI belum terdistribusi secara
merata. “Sudah ada pendistribusian diposko kekeluargaan
masing-masing.

Tapi bagi kami yang jauh, tetap sampai saat ini
belum tersentuh. Apalagi pemeriksaandijalansangatketat.Di rumah juga
tidak ada kegiatan. Keuangan mulai menipis,”katanya. (azhar azis)


Source:Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar